Manusia adalah sebutan lain dari hewan yang mampu berfikir ( hewanunatiq ) dengan baik, dan ada pula pernyataan bahwa manusia bisa belajar dari hewan. Tentu pernyataan ini menjadi kontroversial dengan hakikat manusia, karena manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah yang paling sempurna. Sempurna dari hewan yang hanya mempunyai nafsu saja, sempurna dari malaikat yang hanya mempunyai akal saja, Manusia tercipta dengan dua unsur yang berbeda namun saling menyempurnakan yaitu akal dan nafsu. Maka pernyataan manusia harus belajar kepada hewan mempunyai arti yang berbeda dari apa yang kita fikirkan, kita tidak harus duduk mendengarkan apa yang disampaikan oleh hewan, seperti halnya guru menyampaikan pelajaran kepada siswa, namun ada arti filososi yang dapat kita cerna dari pernyataan tersebut, yakni dari setiap ciptaan Allah mempunyai iktibar bagi manusia. Dari cara hidup mereka sampai cara mereka mempertahankan diri untuk kelangsungan estafet nasab mereka. Misalnya pada kehidupan seekor semut ada banyak iktibar pembelajaran bagi manusia. Contohnya kerjasama yang dilakukan semut juga dalam hal membuat tempat berlindung, ini semua tidak ada dalam konsep dan kurikulumnya tetapi setiap generasi selalu membuat sarang yang sama tanpa diajarkan oleh kehidupan sebelumnya tapi akan membuat karya dan bentuk yang sama dari kehidupannya. Mungkin ini yang disebut naluri hewani, ini terjadi tidak dengan serta-merta terwujud begitu saja, ada yang mengatur. Maka yang mengatur itulah titik akhir dari kekuatan alam bersandar.
Agama adalah bagian dari kekuatan bagi manusia untuk mencapai hakikat manusia diciptakan, dengan bahasa lain adalah agama jalan untuk menghindari diri dari kekacauan. Pedoman hidup dan menjadi tolak ukur yang mengatur tingkah laku penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik atau tidaknya tindakan seseorang tergantung pada seberapa taat dan seberapa dalam penghayatan terhadap agama yang diyakini. Agama berperan sangat penting dalam mengatur kehidupan manusia dan mengarahkannya kepada kebaikan bersama. Dalam proses kehidupan yang dijalani manusia, agama sangat mendukung tindakan kebaikan. Artinya, agama tidak hanya memberikan nilai-nilai yang bersifat moralitas saja, namun juga menjadikannya sebagai fondasi keyakinan. Agama mensyaratkan moralitas sebagai bagian iman secara keseluruhan. Tak ayal, moralitas yang ditekankan agama bersifat mengikat kepada setiap penganutnya. Dapat dipastikan manusia yang hidupnya berpedoman kepada agama Allah maka akan mendapatkan ketenangan dan kedamaian dalam mengarungi bahtera kehidupan bagaikan gelombang yang datang silih berganti menghempas dibatu karang ditepian pantai tanpa mengenal lelah dan kasihan. Siang berganti malam, hari berganti hari tidak memberi makna bagi mereka yang tak mengenal Tuhan. Hidup hanya sekedar melampiaskan makna kehidupan bagi akal meraka pribadi masing-masing sehingga terciptanya pribadi-pribadi yang haus yang takkan pernah menemukan air penawar dahaga walaupun disuguhkan selautan air maka ia akan minta dua laut air untuk memuaskan hasratnya demikian seterusnya sampai tanah menutup mulut mereka, barulah akan tersadar bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah sebuah kebodohan.
Akal merupakan karunia agung yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada bani Adam. Ia adalah pembeda antara manusia dengan hewan, sebagaimana yang penulis sebutkan di atas. Dengan akal mereka dapat terus berinovasi dan membangun peradaban dan berkarya serta dengan akal mereka dapat membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya sesuai jangkauan akal mereka yang dikaruniakan Allah. Karena besarnya karunia akal ini, Islam menjaga dan mewajibkan manusia untuk mengembangkannya. Menjaga dengan makna untuk tidak menyia-nyiakannya. Misalnya menghilangkan akal dengan cara minum minuman keras atau memakai narkoba sehingga akal tidak berfungsi sebagai mana semestinya. Yang seharusnya akal bisa memberi maanfaat kepada kebaikan dan dapat membedakan yang baik dan buruk. Namun jalan lurus itu di bengkokkan dengan cara sengaja menghilangkan kesadaran. Dengan berbagai alasan, iseng-iseng, coba- coba, pergaulan, mencari ketenangan, menghilangkan stres, mengurangi beban masalah, padahal pengaruh dari penghilangan akal sehat akibat dari kesengajaan tersebut hanya bersifat sementara saja. Bahkan hanya akan menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih rumit lagi, sementara masalah lama tak kunjung terselesaikan. Namun semua itu tidak terlepas dari kejahilan manusia dalam menggunakan akal sebagaimana mestinya.
Dalam syari`at Islam setiap manusia yang telah baligh dan berakal dia disebut taklif atau sudah dikenakan kewajiban dalam bersyari`at. Dengan kata lain setelah manusia baligh maka dia menanggung segala perbuatan yang dilakukan didunia ini dihadapan Allah, namun lain halnya bagi mereka yang kekurangan dalam fungsi akal atau gila mereka tidak dikenakan sangsi syari`at dengan apa yang ia lakukan, dalam golongan ini disamakan baginya tidak sampai ajaran Nabi kepadanya. Namun dalam hal ini penulis hendak menerangkan kekuatan akal dalam memahami undang-undang Allah. Dalam mengarungi kehidupan manusia. Keberadaan akal harus menjadi jalan seiring dengan wahyu Allah. Akal tidak mungkin bisa mengalahkan atau bertolak belakang dengan perkataan Allah, misalnya wahyu mengatakan bahwa manusia itu tercipta dari tanah dan dengan keterbatasan kemampuan akal manusia maka manusia berfikir berlawanan dengan wahyu tersebut. Dengan segala penjelasan yang masuk akal maka pendapat tersebut dapat terbantahkan melalui penelitian ilmiah bahwa manusia itu tidak terjadi dengan sendirinya, pasti ada yang telah menciptakannya. akal manusia yang sehat akan selalu bisa mengiringi wahyu Allah karna akal dan wahyu di ciptakan oleh zat yang sama mustahil keduanya akan berlawanan. Misalnya kalau akal didahulukan dari wahyu dalam memahami kebaikan atau keburukan. Dalam contoh kehidupan sehari-hari manusia, perbuatan mencuri pasti akan dipahami perbuatan itu salah menurut akal sehat karna mengambil hak yang bukan miliknya, merugikan orang lain. Maka sejalan dengan wahyu Allah bahwa mencuri pasti berdosa. Dengan pengaruh akal yang sehat akan membawa manusia kepada jalan Allah yang benar, sesuai fitrah manusia untuk mencari kebenaran yang hakiki.
Nafsu adalah hasrat atau keinginan, namun
kata-kata nafsu sering diidentikkan dengan hal-hal yang tidak baik, nafsu ingin
berkuasa, nafsu ingin menguasai, nafsu ingin menyakiti, nafsu ingin melebihi dan
lain-lain. Dalam artian yang positif nafsu juga bisa membawa manusia kepada
lebih baik misalnya nafsu dalam beribadah kepada Allah, nasfu dalam mendalami
Ilmu dan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini penulis memaparkan kemampuan
nafsu dalam mempengaruhi tujuan hidup manusia. Manusai normal tentunya selalu
mempunyai tujuan hidup yang baik. Maka halangan dan rintangan untuk mencapai
tujuan itu selalu ada terbentang didepan mata manusia oleh tipuan fatamorgana
yang kadang kala membuat manusia terlena oleh keindahan sementara dan kemolekan
olesan kata-kata yang mempesona. Karna memang hakikat manusia itu selalu senang
kepada keindahan. Dari sini kita dapat menghayati seberapa tangguh nafsu akan
jadi penghalang atau seberapa tangguh akal manusia dapat menjadi benteng dalam mempertahankan kebenaran. Namun pada alurnya memang nafsu
diciptakan untuk alasan menyempurnakan penciptaan manusia. Hanya bagaimana
seseorang dapat mengendalikan hasrat dan keinginan itu sendiri. Bahkan manusia
yang tidak berhasrat juga akan disebut menjadi manusia yang tidak sempurna.
Oleh karena itu jadilah manusia yang sempurna agama sebagai tolak ukur untuk
mengendalikan akal dan nafsu manusia. Akal diciptakan untuk membenarkan agama
atau Wahyu sedangkan nafsu juga diciptakan untuk menjadi keseimbangan kehidupan
manusia. Tidaklah menyalahi qodrat akal manusia bahwa hidup ini adalah sebuah
perjalanan dan hukum alam dari perjalanan panjang itu akan menemukan ujung,
ujung dari perjalanan itu adalah kematian,
kelak akan kita ceritakan dihadapan Allah semua yang kita lakukan dalam
perjalanan itu. semoga kita menjadi hamba allah yang beruntung. Wallaahu a`lam (Oleh : Alhadar Kurdi, M.Pd.I)
Tidak ada komentar: