Lambang, simbol-simbol atau tanda-tanda yang dipakai
dalam menandakan sesuatu organisasi, partai-partai, lembaga, ras-suku ataupun agama
menjadi suatu yang sakral untuk diyakini agar tidak ternodai, begitu juga dengan
simbol keagamaan seperti bulan sabit menjadi simbol penting bagi agama Islam, namun
kalau kita lihat dalam ajaran syariah Islam simbol ini tidak termasuk dalam simbol
syariah dalam ajaran agama Islam, namun sangat erat hubungan nya dengan emosional
seorang muslim, hingga simbol ini menjadi sesuatu yang sangat penting dijaga
agar tidak ternodai untuk menjaga ketentraman dalam beragama.
Bahwa pada zaman dinasti Utsmani (Turki) simbol
bulan sabit dan bintang pun meraih popularitas
di masyarakat muslim. Namun, lambang bulan sabit dan bintang telah lama digunakan
sebelum masa Islam, yang berasal dari paganisme Yunani kuno, Assyria dan
Babylonia. Bulan sabit melambangkan tiga benua
yang telah dikuasai Islam Asia,
Afrika, Eropa. Sedangkan lambang bintang menunjukkan posisi ibu kota Istambul
yang bermakna Kota Islam. Dari sanalah berawal simbol bulan sabit di kenal
dalam dunia Islam Berkembang juga filosofi lain, bulan sabit yang menjadi penanda
waktu menuju bulan baru dalam Islam,
Sedangkan bintang bersudut lima, melambangkan, syahadat, shalat, zakat,
puasa, dan ibadah haji. Namun jelasnya
bahwa simbol-simbol ini bukan menjadi lambang syariah Islam.
Simbol matahari terbit adalah simbol kekuasaan
jepang, atau The land of Rising
sumber awal dari sebutan bangsa China, karena memang matahari lebih awal terbit
di Jepang dari pada di China. Hal lain
juga mengatakan bahwa matahari terbit adalah lambang keindahan dan punya
semangat baru dalam menjalani hidup di hari itu. Namun dari berbagai alasan
tersebut tentang sejarah simbol bulan sabit dan matahari terbit tidak menjadi
topik pembahasan oleh penulis namun ada
hal yang terpenting dari itu adalah awal
bergeraknya kemakmuran pendidikan di Indonesia.
Indonesai di Jajah oleh Belanda selama 350
Tahun atau 3,5 abad lamanya, kemudian Belanda menyerahkan kekuasan
kepada Jepang tepatnya pada Tahun 1942. Lalu Indonesia memasuki fase baru yakni
dibawah kependudukan Jepang, selama 3,5 tahun berakhir pada tanggak 17 Agustus
1945 seiring di proklamerkan kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta
Di
review kembali pendidikan Indonesia pada masa Belanda, memang pendidikan fase
itu tidak bisa maju apalagi berkembang.
Pada masa Hindia Belanda, terdapat
tiga jenjang sekolah, yaitu sekolah rendah, sekolah menengah, dan sekolah
tinggi. Jalur sekolah untuk anak Belanda adalah Europese Lagere School (ELS) ke
Lycea, HBS V dan atau HBS III. Dari sekolah Lycea dan HBS V dapat melanjutkan
ke sekolah tinggi (THS, GHS, atau RHS). Jalur sekolah bagi anak Belanda ini
dapat juga dimasuki oleh anak Bumiputera dan Tionghoa yang terpilih. Jalur
sekolah Bumiputera adalah HIS dengan lama belajar tujuh tahun. Setelah itu,
mereka dapat melanjutkan ke MULO, AMS, atau ke sekolah kejuruan Eropa dan
Kweekschool. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya mereka memilih jalur
HCS (Hollandsche Chineesche School)
dengan bahasa pengantar Belanda. Sekolah untuk Bumiputera rendahan sendiri
adalah Sekolah Desa (Volkschool) dan
Sekolah Kelas II (Tweede Inlandsche
School). Dari sekolah ini mereka dapat melanjutkan ke Schakel School
(sekolah peralihan) agar dapat melanjutkan ke MULO, AMS, dan sekolah tinggi.
Empat
Karakter Utama Pendidikan Jaman Kolonial Belanda yang membuat pendidikan Indonesia sangat terpuruk.
1. Dualistis-diskriminatif
Sekolah dibedakan untuk anak pribumi, anak belanda dan tionghoa, juga berdasarkan bahasa pengantarnya:
2. Gradualis
Sistem sekolah dikembangkan sangat lamban, sehingga perlu seratus tahun lebih Indonesia memiliki sistem pendidikan yang lengkap dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
3. Konkordansi
Kurikulum dan sistem ujian disamakan dengan sekolah di negri Belanda, dan
4. Pengawasan yang sangat ketat
Pendidikan telah memberi peluang kepada bangsa Indonesia untuk mengisi jabatan yang dahulunya khusus dicadangkan bagi "kasta" Eropa, dan secara perlahan mejadikan memiliki etos budaya yang ingin semakin dekat dengan budayanya orang-orang Belanda.
1. Dualistis-diskriminatif
Sekolah dibedakan untuk anak pribumi, anak belanda dan tionghoa, juga berdasarkan bahasa pengantarnya:
2. Gradualis
Sistem sekolah dikembangkan sangat lamban, sehingga perlu seratus tahun lebih Indonesia memiliki sistem pendidikan yang lengkap dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
3. Konkordansi
Kurikulum dan sistem ujian disamakan dengan sekolah di negri Belanda, dan
4. Pengawasan yang sangat ketat
Pendidikan telah memberi peluang kepada bangsa Indonesia untuk mengisi jabatan yang dahulunya khusus dicadangkan bagi "kasta" Eropa, dan secara perlahan mejadikan memiliki etos budaya yang ingin semakin dekat dengan budayanya orang-orang Belanda.
Dengan karakter dan
sistem pendidikan Indonesia maka bangsa Indonesia tidak semua mengenyam
pendidikan, hingga rakyak Indonesia tetap dalam kebodohan.
Kemudian pada tahun 1942 Indonesai memasuki fase baru yakni masa penjajahan Jepang. Umat Islam sebagai komunitas mayoritas di Indonesia memang menjadi objek perhatian dari pihak Jepang. Mereka harus mempertimbangkan sebuah ketetapan dan kebijakan yang tepat, sehingga tidak menjadi kontroversi dan menimbulkan konflik di masyarakat khususnya umat Islam. Berikut pemaparan mengenai bagaimana respons umat Islam terhadap berbagai kebijakan Jepang dalam kaitannya dengan lembaga pendidikan Islam.
Lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi menjadi tempat indoktrinasi Jepang. menurut mereka, intervensi melalui lembaga pendidikan dapat dibentuk kader-kader untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi “kemakmuran bersama Asia timur Raya”. Pelaksanaan itu tergantung kepada kemenangan dalam perang. Oleh karena itu, segala usaha harus ditujukan kepada memenagkan perang itu.[1] Pengawasan Jepang, baik secara administratif maupun pendidikan terhadap lembaga pendidikan Islam menimbulkan persoalan tersendiri.
Bagi Jepang, melakukan pengawasan terhadap lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari sekolah Islam model Barat dan pondok-pondok pesantren, jauh lebih sulit dari pada pengawasan terhadap sekolah-sekolah negeri, dimana Jepang dapat dengan leluasa memaksakan suatu kebijakan yang mereka kehendaki.
Disamping menjadi beban berat bagi perkembangan kebebasan pendidikan, pihak Jepang menjadikan kaum Priyayi sebagai tenaga administrsinya. Korps Priyayi mencoba melakukan interpretasi terhadap berbagai tugas yang menjadi wewenang mereka. Pertemuan umum bahkan agama, harus memperoleh izin dari mereka. Begitu juga pemakaian Masjid, tempat-tempat rapat umum, dan Gedung-gedung tergantung pada izin dari mereka.[2]
Oleh karena terjadinya penolakan keruwetan administratif dalam pengawasan lembaga pendidikan Islam, maka lembaga pengawasan itu dihapuskan demi kepentingan gerakan Islam selama tahun 1944. Bahkan banyak sekolah-sekolah yang telah tutup di era Belanda dibuka kembali, seperti sekolah-sekolah swasta Islam milik Muhammadiyah dan lainnya
Akhirnya, pihak Jepang memerintahkan kepada kalangan administratur Priyayi untuk memberikan bantuan sepenuhnya kepada pemimpin muslim. Hal ini tentu merupakan kemenangan bagi gerakan komunitas Muslim disatu pihak dan merugikan kaum Priyayi dipihak lain. Juga merupakan “kekeliruan” pihak Jepang sebagai penjajah, karena terlalu banyak
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa cikal bakal pendidikan di Indonesia itu mulai bergerak adalah pada masa awal penjajahan Jepang, hingga masa penjajahan Jepang berakhir pada Tanggal 17 Aggustus 1945. Indonesia memasuki fase baru yakni fase lepas dari penjajahan memulai semua aspek tanpa intervensi Negara penjajah demikian juga terhadap pendidikan di Indonesia, terus megalami perkembangan dimulai dari awal penjajahan Jepang yang membuka sekolah-sekolah yang ditutup oleh Belanda, patutlah, simbol kemakmuran pendidikan Indonesia dikaitkan dengan matahari terbit karna ada faktor-faktor kemudahan dari Negara matahari terbit saat menjajah Indonesia dalam dunia pendidikan. dan bulan sabit adalah simbol Islam karna penduduk Indonesia mayoritas Muslim. Maka pendidikan Islam terutama harus menjadi perhatian penting bagi Jepang untuk mempermudah masuknya Jepang di Indonsia. (Oleh : Alhadar Kurdi, M.Pd.I)
Kemudian pada tahun 1942 Indonesai memasuki fase baru yakni masa penjajahan Jepang. Umat Islam sebagai komunitas mayoritas di Indonesia memang menjadi objek perhatian dari pihak Jepang. Mereka harus mempertimbangkan sebuah ketetapan dan kebijakan yang tepat, sehingga tidak menjadi kontroversi dan menimbulkan konflik di masyarakat khususnya umat Islam. Berikut pemaparan mengenai bagaimana respons umat Islam terhadap berbagai kebijakan Jepang dalam kaitannya dengan lembaga pendidikan Islam.
Lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi menjadi tempat indoktrinasi Jepang. menurut mereka, intervensi melalui lembaga pendidikan dapat dibentuk kader-kader untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi “kemakmuran bersama Asia timur Raya”. Pelaksanaan itu tergantung kepada kemenangan dalam perang. Oleh karena itu, segala usaha harus ditujukan kepada memenagkan perang itu.[1] Pengawasan Jepang, baik secara administratif maupun pendidikan terhadap lembaga pendidikan Islam menimbulkan persoalan tersendiri.
Bagi Jepang, melakukan pengawasan terhadap lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari sekolah Islam model Barat dan pondok-pondok pesantren, jauh lebih sulit dari pada pengawasan terhadap sekolah-sekolah negeri, dimana Jepang dapat dengan leluasa memaksakan suatu kebijakan yang mereka kehendaki.
Disamping menjadi beban berat bagi perkembangan kebebasan pendidikan, pihak Jepang menjadikan kaum Priyayi sebagai tenaga administrsinya. Korps Priyayi mencoba melakukan interpretasi terhadap berbagai tugas yang menjadi wewenang mereka. Pertemuan umum bahkan agama, harus memperoleh izin dari mereka. Begitu juga pemakaian Masjid, tempat-tempat rapat umum, dan Gedung-gedung tergantung pada izin dari mereka.[2]
Oleh karena terjadinya penolakan keruwetan administratif dalam pengawasan lembaga pendidikan Islam, maka lembaga pengawasan itu dihapuskan demi kepentingan gerakan Islam selama tahun 1944. Bahkan banyak sekolah-sekolah yang telah tutup di era Belanda dibuka kembali, seperti sekolah-sekolah swasta Islam milik Muhammadiyah dan lainnya
Akhirnya, pihak Jepang memerintahkan kepada kalangan administratur Priyayi untuk memberikan bantuan sepenuhnya kepada pemimpin muslim. Hal ini tentu merupakan kemenangan bagi gerakan komunitas Muslim disatu pihak dan merugikan kaum Priyayi dipihak lain. Juga merupakan “kekeliruan” pihak Jepang sebagai penjajah, karena terlalu banyak
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa cikal bakal pendidikan di Indonesia itu mulai bergerak adalah pada masa awal penjajahan Jepang, hingga masa penjajahan Jepang berakhir pada Tanggal 17 Aggustus 1945. Indonesia memasuki fase baru yakni fase lepas dari penjajahan memulai semua aspek tanpa intervensi Negara penjajah demikian juga terhadap pendidikan di Indonesia, terus megalami perkembangan dimulai dari awal penjajahan Jepang yang membuka sekolah-sekolah yang ditutup oleh Belanda, patutlah, simbol kemakmuran pendidikan Indonesia dikaitkan dengan matahari terbit karna ada faktor-faktor kemudahan dari Negara matahari terbit saat menjajah Indonesia dalam dunia pendidikan. dan bulan sabit adalah simbol Islam karna penduduk Indonesia mayoritas Muslim. Maka pendidikan Islam terutama harus menjadi perhatian penting bagi Jepang untuk mempermudah masuknya Jepang di Indonsia. (Oleh : Alhadar Kurdi, M.Pd.I)
[1] Marwati D. Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto, selanjutnya disebut Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993),
edisi ke-4, Cetakan ke-8, Hal. 52-53.
[2] Harry J. Benda, selanjutnya
disebut Benda, The Crescent and The
Rising Sun: Indonesian Islam Under The Japanese Occupation 1942-1945,
Penerjemah: Daniel Dhakidae, (Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial, 1980), Hal.
161-162.
Bulan Sabit Dan Matahari Terbit Simbol kemakmuran Dunia pendidikan Di Indonesai
Reviewed by MA. Ummatan Wasathan PTR
on
Mei 28, 2020
Rating:
mantap sobatku....
BalasHapus