Sikap Umat Islam Terhadap Kebijakan Jepang Kepada Pendidikan Islam DI Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang
Dari berbagai kebijakan penjajah Jepang, yang pada prinsipnya merupakan campur tangan mereka terhadap pendidikan Islam baik pada tataran lembaga maupun pada tataran kurikulum, maka selanjutnya akan dilihat bagaimana respons kalangan Islam terhadap kebijakan tersebut.
A. Kebijakan Jepang Terhadap Lembaga Pendidikan Islam
Umat Islam sebagai komunitas mayoritas di Indonesia memang menjadi objek perhatian dari pihak Jepang. Mereka harus mempertimbangkan sebuah ketetapan dan kebijakan yang tepat, sehingga tidak menjadi kontroversi dan menimbulkan konflik di masyarakat khususnya umat Islam. Berikut pemaparan mengenai bagaimana respons umat Islam terhadap berbagai kebijakan Jepang dalam kaitannya dengan lembaga pendidikan Islam.
1. Intervensi
Respons kalangan Islam pada aspek ini lebih difokuskan pada adanya pengawasan secara kelembagaan dan adanya persoalan administrasi pendidikan Islam yang diserahkan sepenuhnya kepada kaum Priyayi yang notabene merupakan kalangan yang sering bertentangan dengan kaum Muslim. Intinya, komunitas Muslim menolak kebijakan-kebijakan tersebut.
Lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi menjadi tempat indoktrinasi Jepang. menurut mereka, intervensi melalui lembaga pendidikan dapat dibentuk kader-kader untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi “kemakmuran bersama Asia timur Raya”. Pelaksanaan itu tergantung kepada kemenangan dalam perang. Oleh karena itu, segala usaha harus ditujukan kepada memenagkan perang itu. Pengawasan Jepang, baik secara administratif maupun pendidikan terhadap lembaga pendidikan Islam menimbulkan persoalan tersendiri.
Bagi Jepang, melakukan pengawasan terhadap lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari sekolah Islam model Barat dan pondok-pondok pesantren, jauh lebih sulit dari pada pengawasan terhadap sekolah-sekolah negeri, dimana Jepang dapat dengan leluasa memaksakan suatu kebijakan yang mereka kehendaki.
Disamping menjadi beban berat bagi perkembangan kebebasan pendidikan, pihak Jepang menjadikan kaum Priyayi sebagai tenaga administrsinya. Korps Priyayi mencoba melakukan interpretasi terhadap berbagai tugas yang menjadi wewenang mereka. Pertemuan umum bahkan agama, harus memperoleh izin dari mereka. Begitu juga pemakaian Masjid, tempat-tempat rapat umum, dan Gedung-gedung tergantung pada izin dari mereka.
Meskipun mereka bertindak dan bertugas berdasarkan instruksi dan perintah pihak Jepang selaku atasan mereka, mereka sering mendapatkan kritikan tajam dari pemimpin umat Islam. Bahkan tidak jarang pihak Jepang melakukan tuduhan kepeda mereka sebagai pekerja yang belum bisa meninggalkan cara berfikir dan kerja Belanda.
Sebenarnya konlik umat Islam (santri) dengan kaum Priyayi ini telah berlangsung lama sejak era penjajahan Belanda. Ada tiga faktor yang mempertajam konflik antara mereka, yaitu: pertama, konflik ideologis yang mendasar karena rasa tidak senang terhadap nilai-nilai kelompok lain; kedua, sistem stratifikasi sosial yang berubah dan mobilitas status yang cenderung untuk memaksakan adanya kontak diantara individu-individu dan kelompok-kelompok yang secara sosial dulunya sedikit banyak terpisah; ketiga, perjuangan mencapai kekuasaan politik yang semakin tajam untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan pemerintah kolonial, yang cenderung mencampuradukkan perbedaan-perbedaan agama dengan kepentingan politik; dan keempat, kebutuhan mencari kambing hitam untuk memusatkan ketegangan akibat perubahan sosial yang begitu cepat. Download Selengkapnya
Sikap Umat Islam Terhadap Kebijakan Jepang Kepada Pendidikan Islam DI Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang
Reviewed by MA. Ummatan Wasathan PTR
on
Desember 08, 2017
Rating:
Tidak ada komentar: